Select Menu

clean-5

Wisata

Budaya

Kuliner

Kerajaan

kota

Suku

Sosok “Perempuan” Lisa Okta



Sosok “Perempuan” Lisa Okta
Mahasiswi yang bernama Lisa Okta Alfiyani bekerja keras untuk latihan menari yang ditekuni baru-baru ini. Dia aktif dalam kegiatan kampus dari menjadi anggota PMII Rayon Teknik UMK hingga aktif di Teater Obeng yang lingkupnya dibawah Fakultas Teknik UMK. Mahasiswi yang sehari-hari disibukkan dengan aktifitas  kampus merasa senang jika ditanya mengenai kesibukkanya dalam sebuah organisasi, dapat menambah ilmu dan pengalaman.
Perempuan kelahiran Rembang, 10 Oktober 1994 akhir-akhir ini rutin latihan menari yang dilaksanakan 3 kali dalam seminggu. Setiap latihannya Lisa mendapat arahan dan gerakan-gerakan baru dari sang pelatih, terlihat kemajuan gerakannya. Tidak hanya Lisa namun ada 4 temannya juga yang rutin latihan.
Semua latihan pasti banyak hambatannya, hal itu yang sering dialami Lisa. Hambatan yang sering dirasakan kini masalah tugas-tugas kuliah, latihan itu sendiri dilaksanakan pada malam hari di lapangan kampus. Menjalani hari demi hari tidak membuat lisa merasa jenuh, selain itu juga sebagai panggilan jiwa terhadap seni yang ia sukai.
Hal ini berkaitan dengan adanya Pementasan Teater Obeng yang berjudul “Petruk dadi Presiden” yang ke-4 kalinya.
Jika ada waktu luang, Lisa tak segan menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya untuk latihan sendiri ditempat kostnya sekedar melenturkan tubuh agar tidak kaku. Ia tidak ingin mengecewakan teman-teman dan pelatihnya yang sudah mempercayai dirinya. Belajar bersama-sama dari awal sampai akhir, selama ini sudah berjalan hampir 3 bulan. Ia sudah merasa mantap, ini adalah penampilan perdananya dihadapan orang banyak terutama pecinta seni teater.
Puncaknya pementasan berlangsung di auditorium UMK, riuh penonton tanda pementasan teater dibuka. Lisa sendiri menari disela-sela pentas teater, banyak penonton yang suka dengan tariannya, Lisa menari sekitar 15 menit.
Menjadi orang yang gemar menekuti dunia seni mulai pada tahun 2013 saat masuk anggota teater obeng. Orang yang ramah, ceria dan penuh semangat membuat nilai tambah terhadap Lisa, dia disukai teman-teman didalam kelas dan organisasi. (Denhas)

Peran Mahasiswa Dalam Peran Teknologi Informasi


Peran Mahasiswa Dalam Peran Teknologi Informasi

Tidak bisa disangkal lagi apabila sebagian besar mahasiswa-mahasiswa Indonesia adalah orang-orang yang melek akan teknologi. Jika ada beberapa diantara mereka yang belum begitu paham mengenai kaidah teknologi informasi, maka sudah dipastikan mereka adalah kelompok yang kurang beruntung. Jenjang pendidikan tinggi sudah seharusnya dimanfaatkan untuk mengenal lebih dalam perkembangan teknologi informasi sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang efektif di masa sekarang ini.
Mahasiswa-mahasiswa yang cerdas dan aktif adalah calon jati diri bangsa Indonesia. Mereka adalah kelompok yang dekat dengan masyarakat, mereka berjuang membela rakyat, dan mempunyai banyak ide kritis yang siap ditunjukkan di segala penjuru dalam berbagai bidang.
Pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam membantu proses administrasi yang sifatnya darurat tidak luput dari peran mahasiswa. Beberapa waktu yang lalu, ketika Indonesia ditimpa berbagai musibah bencana alam, banyak mahasiswa dengan sukarela dan cepat tanggap membantu proses pendataan korban, pengungsi, hingga distribusi bantuan. Semuanya dilakukan secara cepat dengan bantuan infrastruktur teknologi informasi dan telekomunikasi yang ada. Ini lebih baik dari beberapa tahun yang lalu ketika teknologi seperti telepon dan internet masih belum berkuasa. Mahasiswa sebagai orang yang terdidik terbukti bisa menjadi rival yang baik untuk membantu kinerja pemerintah dan media massa.
Pihak universitas yang kental akan berbagai macam kegiatan riset dan penelitian, harus secara aktif mendorong mahasiswanya untuk berkarya menghasilkan ide-ide baru yang dapat memajukan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia. Universitas merupakan fasilitator dan media pendukung yang terbaik bagi mahasiswanya yang kesulitan mewujudkan inovasi dan pemikirannya yang terkadang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
Peran mahasiswa untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan masyarakat informasi di tahun 2025 tidaklah mustahil jika dicanangkan sejak sekarang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan dapat direalisasikan secara berkelanjutan yaitu melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang mengangkat jargon Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat, yang diadakan setiap semester di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Tidak ada salahnya apabila pihak universitas dan pemerintah bekerja sama untuk membentuk tema khusus yang berkaitan dengan pengenalan teknologi informasi di masyarakat, sedangkan mahasiswa bertindak sebagai pelakunya.
Beberapa waktu yang lalu, pengalaman penulis yang pernah mengikuti program KKN PPM, sempat merasakan dampak yang luar biasa. Kegiatan tersebut kebetulan mengangkat tema pokok teknologi informasi. Salah satu kegiatan utama yang diadakan yaitu pengenalan dan pelatihan komputer kepada masyarakat dan pamong desa di Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman. Daerah tersebut dapat dikatakan termasuk daerah yang sudah merupakan perpaduan antara pedesaan dan perkotaan, dimana masyarakatnya sudah cukup mengenal dunia teknologi informasi.
Dari hasil pengamatan di lapangan, antusiasme masyarakat ketika mengikuti kegiatan tersebut sangatlah tinggi, dengan peserta yang sebagian besar adalah remaja kawula muda. Lain halnya dengan pelatihan yang dilakukan untuk pamong desa yang rata-rata berusia di atas empat puluh tahun, antusiasme mereka untuk belajar komputer sangat rendah. Melihat kenyataan tersebut, ternyata faktor usia masyarakat yang hidup di era informasi juga harus diperhatikan untuk memudahkan akselarasi kemajuan teknologi informasi di tahap selanjutnya. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa kegiatan semacam ini sangat membantu dalam sosialisasi program masyarakat informasi yang digalakkan pemerintah.
Langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh seorang mahasiswa untuk mengatasi kesenjangan tersebut, secara umum dapat dilakukan dengan berbagai tahap dan metode. Pertama, diawali dengan sosialisasi dan pengenalan yang mendasar tentang pentingnya masyarakat informasi agar dapat bersaing dengan dunia global. Kedua, perlunya pelatihan dan pembelajaran secara bertahap sesuai dengan kemampuan sumber daya dan prasarana yang dimiliki masyarakat. Ketiga, menanamkan pola pikir masyarakat akan pentingnya media informasi untuk meningkatkan produktivitas kerja di berbagai aspek kehidupan.
Dengan demikian, sudah saatnya peran mahasiswa dibantu oleh pemerintah dan masyarakat digerakkan di berbagai pendidikan tinggi Indonesia untuk menghadapi masalah kesenjangan digital yang terlalu renggang, sehingga kelak mimpi Indonesia mewujudkan masyarakat informasi benar-benar bisa dirasakan setiap lapisan masyarakat di mana pun mereka tinggal.

Tantangan Mahasiswa di Era Reformasi

Tantangan Mahasiswa di Era Reformasi

Enam belas tahun yang lalu, mahasiswa dari Kampus Trisakti bergerak melakukan long march ke Gedung MPR/DPR. Mereka menuntut Presiden Soeharto yang berkuasa saat itu mundur karena tak kunjung menyelesaikan krisis ekonomi yang mendera Indonesia akibat dampak dari krisis finansial Asia sejak awal 1997. Aksi damai berkembang menjadi huru-hara karena aparat kepolisian menembakkan peluru dan gas air mata untuk mencerai beraikan kerumunan mahasiswa.
 
Perjuangan mahasiswa pada saat itu harus dibayar dengan tumpahan airmata, darah, hingga pengorbanan nyawa agar Indonesia bisa keluar dari jerat otoriter Soeharto. Negara ini pun akhirnya bisa menghirup kebebasannya dalam berdemokrasi: berpendapat, berserikat, dan berkumpul. Mahasiswa telah mampu mengukirkan sejarahnya di negeri ini sebagai tonggak pembentuk reformasi.
 
Dengan terbukanya keran demokrasi ditambah pesatnya perkembangan teknologi yang mampu mendukung kebebasan berekspresi, seharusnya itu dapat menjadi tools bagi mahasiswa untuk kembali menyambung estafet pergerakan yang telah dimulai oleh senior-seniornya terdahulu. Jika kita bandingkan kondisi pada masa dulu, aksi turun ke jalan menjadi satu-satunya cara agar tuntutan mahasiswa didengar. Namun keadaan saat ini, di mana internet tumbuh dengan pesat, aksi turun ke jalan tak lagi satu-satunya cara untuk menggerakkan civil society movement.
 
Keadaan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi kini kian kompleks. Semakin banyaknya persoalan hidup yang menghimpit masyarakat akibat tekanan ekonomi, sehingga aksi turun ke jalan justru semakin mengesalkan banyak orang (mereka terlambat datang ke kantor, akibatnya tunjangan harus dipotong). Padahal ketika dulu mahasiswa turun ke jalan, semua elemen masyarakat saling mendukung karena cara itu dianggap mampu menyuarakan perubahan. Namun saat ini telah terjadi pergeseran sosial. Hal itulah yang harus disadari oleh mahasiswa saat ini dalam menentukan arah dan cara gerakannya.
 
Banyak cara yang dapat ditempuh mahasiswa di Era Reformasi ini, karena sistem demokrasi dapat mengakomodasi semua bentuk transparansi dan keterbukaan informasi terhadap publik. Mahasiswa dapat melakukan audiensi dengan pemerintah dengan cara duduk semeja membahas kebijakan-kebijakan pro-rakyat, sekaligus mengawasi implementasi kebijakan tersebut lewat monitoring media. Selain itu, teknologi pun mampu menggerakkan gerakan masyarakat sipil. Mahasiswa dapat merancang petisi online dan menyebarkan ke semua masyarakat. Gerakan mahasiswa tak hanya eksklusif terbatas pada kalangan mahasiswa, tapi juga turut melibatkan partisipasi publik.
 
Bukan berarti aksi turun ke jalan harus ditiadakan. Bagaimana pun juga, gerakan turun ke jalan adalah medio yang penting untuk menarik perhatian pemerintah agar tuntutan mahasiswa didengar. Namun sebagai kaum intelektual saat ini, proses diskusi hendaknya lebih dikedepankan. Diplomasi memiliki kelebihan. Ketika mahasiswa dan pemerintah duduk bersama membahas sebuah kebijakan, mahasiswa mampu mempersuasi pemerintah agar dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat. Cara diplomasi bisa jauh lebih efektif dalam menyampaikan aspirasi masyarakat yang dibawa oleh mahasiswa. Dengan berbicara langsung kepada sang pembuat kebijakan, semakin kecil distorsi dan misunderstanding dari pesan yang ingin disampaikan mahasiswa.
 
HIDUP MAHASISWA!!!

GERAKAN MAHASISWA DARI MASA KE MASA

GERAKAN MAHASISWA DARI MASA KE MASA

Sangat Menarik untuk dibicarakan jika kita berbicara mahasiswa, karena mahsiswa adalah predikat yang amat “eksklusif”. Disebut eklsusif karena mahasiswa adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan dari manapun serta mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di Indonesia.
Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahsiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1972

Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1980 an

Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu 2004 beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia / PSI).

Gerakan Mahasiswa Tahun 1990 an

Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah tok.
Di kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.
Pemahaman ini penulis dapatkan ketika mengikuti ORPADNAS (orientasi kewaspadaan nasional) tingkat DKI Jakarta yang diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi di Jakarta pada tahun 1993. dan juga sebagai peserta pada kegiatan TARPADNAS (penataran kewaspadaan nasional) tingkat nasional yang diikuti oleh unsur pemuda dan mahasiswa seluruh Indonesia tahun 1994..
Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak membuat mahasiswa putus asa, karena disetiap event nasional dijadikan untuk menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang pemberlakukan NKK/BKK, termasuk juga pada kegiatan TARPADNAS.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Ini juga dialami penulis yang menemukan titik kejenuhan jika hanya bergulat dengan ORMAWA intra kampus, karena mahasiswa menjadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar, apalagi predikat mahasiswa adalah sebagai agent of intelegence, agent of change, agent of social control, yaitu mahasiswa sebagai seorang kaum terdidik, sebagai pembaharu dan sebagai kontrol sosial.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun ! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Dua elemen mahasiswa yang mencuat adalah FKSMJ dan FORKOT. Penulis mengenal betul karakter dua elemen mahasiswa ini. FKSMJ yang merupakan forumnya senat mahasiswa se Jakarta, lebih intens melakukan koordinasi dan terkesan hati-hati dalam menyikapi persolan yang muncul, dan lebih apik dalam beraksi karena menghindari gerakan mata-mata intel. Sedangkan FORKOT yang terdiri dari kelompok aktivis mahasiswa Pers Kampus lebih “radikal” dalam beraksi dan berani menentang arus, sehingga tak jarang harus berhadapan langsung dengan aparat, dan bentrok fisik pun tak terelakan.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden memang tercapai, tapi perjuangan ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri Sakti, mereka gugur sebagai Pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan tragedi Semangi 1 dan 2. Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kepada kedaerahan masing-masing. FORKOT dan FKMSMJ pun kembali bersebrangan tujuan.
REFORMASI terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.

Penutup

Dari perjalanan gerakan mahasiswa dari masa ke masa ada persamaan ciri dari gerakan mahasiswa angkatan 98 dengan gerakan mahasiswa angkatan lainnya, yaitu :
¨ Sebagai Motor penggerak Pembaharuan
¨ Kepedulian dan Keberpihakan terhadap rakyat
Sedangkan perbedaan yang mencolok adalah, penyikapan isu yang tidak sentral lagi, karena REFORMASI TOTAL belum tuntas dan aktivis angkatan 98 sudah melepas statusnya sebagai mahasiswa, serta mereka sudah tidak seidealis lagi ketika waktu masih menjadi mahasiswa di dalam menyikapi persolan bangsa, mereka sekarang sudah terjun kedalam dunia politik praktis dan tersebar di banyak partai pemilu 2004. Dulu mereka menggugat ORBA, tapi sekarang duduk dan bergabung dalam lingkaran ORBA. Inilah suatu realita perpolitikan di Indonesia. Mungkin juga anda yang sekarang sebagai aktivis akan seperti mereka, menjadi seorang Opurtunis ? hanya anda sendiri yang akan menentukan langkah selanjutnya.
Karakter yang menarik dari semua aktivis gerakan mahasiswa adalah mereka yang memenuhi persyaratan :
  • Mempunyai prestasi akademik yang baik (IPK diatas rata-rata).
  • Basic organisasi yang kuat, karena mengalami pengkaderan yang berjenjang dari tingkatannya, bukan aktivis instant yang hanya mengejar popularitas sesaat.
  • Santun dalam bertingkah cerdas dalam berfikir (ahlakul kharimah), dan menjadi panutan mahasiswa lainnya.
  • Mampu me-manage (mengatur) waktu, bukan waktu yang mengaturnya.
  • Mampu menuangkan pokok pikiran dan ide-ide nya kedalam tulisan. Gerakan penyadaran tidak hanya dalam bentuk aksi jalanan melainkan dalam bentuk tulisan juga.

Jika anda sebagai mahasiswa mempunyai semua kriteria seperti diatas, maka anda layak menyandang predikat sebagai aktivis mahasiswa sejati. Jika belum, maka baiknya Penulis sarankan anda banyak belajar, belajar dan belajar.

UMK Gelar Media Competition 2014



 UMK Gelar Media Competition 2014
UMK – Universitas Muria Kudus (UMK) kembali menggelar lomba penulisan bagi jurnalis. Pada lomba yang digelar kali ketiga ini, ada tiga tema yang menjadi pilihan. Pertama, Peranan Sunan Kudus dan Sunan Muria dalam Membangun Karakter Masyarakat; Kedua, Spirit Gusjigang (Bagus Ngaji dan Berdagang) Masyarakat Kudus dalam Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Masyarakat Kudus; Ketiga, Prospek Industri Hasil Tembakau di Era Pasar Bebas.
Lomba ini terbuka bagi jurnalis (wartawan) bagi media cetak dan online, dengan ketentuan esai sudah dipublikasikan di media massa dalam rentang waktu 20 Mei – 10 Juni 2014. Hadiah yang disediakan, juara I uang pembinaan Rp 4 juta + trofi + piagam, juara II Rp 3 juta + trofi + piagam, juara III Rp 2 juta + trofi + piagam, dan juara harapan Rp 1 juta + trofi + piagam. Informasi di 085640190537 umk.ac.id

Usai Konggres PMII, 6 TV di Balai Diklat Hilang, Ranjang dan Kursi Patah-Patah


Usai Konggres PMII, 6 TV di Balai Diklat Hilang, Ranjang dan Kursi Patah-Patah

Kamis, 12 Juni 2014

Kongres ke 18 Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Jambi yang berlangsung pekan lalu menyisakan kerugian di Balai Diklat Provinsi Jambi.
Tempat yang digunakan oleh salah satu tim peserta konggres ini berantakan. Sejumlah fasilitas , seperti kursi tamu dan tempat tidur rusak dan patah-patah. Bahkan enam unit televisi dalam kamar hilang.
Kepala Balai Diklat Provinsi Jambi, Erwan Malik, mengaku telah mengetahui kerusakan dan kehilangan itu. Menurut dia, pencurian dan pengrusakan itu diduga dilakukan pada malam hari.
"Pelaku kami duga menggunakan mobil saat membawa televisi itu, sehingga tidak diketahui orang. Nanti saya akan membuat laporan ke Gubernur tetang peristiwa ini," sebutnya, Kamis 12 Juni 2014.
Sementara itu, Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Jambi, Afriyoga Felmi, mengaku tidak mengetahui hal ini.
Dikatakan dia, sejauh ini pihak balai diklat tidak pernah memberi tahu atau mengkoordinasikan soal itu kepada pihaknya.
"Saya tidak tahu, tentang masalah Balai Diklat kehilangan televisi pasca kongres," ucapnya.
Diakui Afriyoga, pihaknya akan menindaklanjuti masalah itu , dan akan berkordinasi dengan pihak balai diklat, dan mencari jalan terbaik.
" Kita akan mencari tahu kejelasan masalah ini," pungkasnya. (*)
harianjambi.com

KONGRES PMII Momentum Lahirkan Format Hubungan Ideal PMII-NU

KONGRES PMII
Momentum Lahirkan Format Hubungan Ideal PMII-NU
Surabaya,

Kongres PMII XVIII yang tengah berlangsung di Jambi dinilai sebagai momentum yang tepat bagi seluruh kader PMII untuk membicarakan secara utuh ihwal posisi ideal hubungan PMII dan NU.

“Saya berharap besar, dari kongres kali ini akan lahir keputusan bersejarah yang final dan mengikat terkait pola hubungan PMII dan NU. Sehingga tidak lagi muncul perdebatan serupa di kemudian hari,” ujar alumni PMII Surabaya, Syukron Dosi, Senin (2/5).

Ia menegaskan, ajakan PBNU agar PMII kembali ke pangkuan NU dengan kembali menjadi Badan Otonom NU, perlu disikapi secara arif. Menurutnya, PMII adalah bagian dari ‘Pandawa NU’ bersama Ansor, Muslimat, Fatayat, dan IPNU/IPPNU.

PMII yang lahir 17 April 1960 di Surabaya adalah bagian dari NU. PMII lahir dari rahim NU. Ibarat keluarga, hubungan NU-PMII seperti hubungan orangtua dan anak.

“Saya sepakat soal kemandirian organisasi. Memilih pergaulan organisasi adalah area independen bagi PMII. Tapi soal keterikatan organisatoris dengan NU, ini perlu dimusyawarahkan kembali,” tandasnya.

Independensi PMII yang lahir lewat deklarasi Murnajati pada tahun 1972 di Malang adalah pilihan sejarah di saat NU masih menjadi partai politik. Sejak 16 tahun pasca reformasi, PMII sama sekali tidak pernah menghadirkan pernyataan sikap yang bersejarah.

“Saya kira sangat kontekstual untuk kembali membicarakan secara jernih soal pola hubungan ideal antara PMII dan NU. Tentu perlu pembacaan bersama di kongres,” tegasnya.

Di momentum Kongres PMII di Jambi kali ini, Syukron menawarkan dua opsi yang perlu direfleksikan bersama oleh kader PMII. Pertama, PMII tetap independen, tetapi PMII tidak boleh menutup mata karena PMII butuh sparing partner dalam mencetak kader NU di kampus.

Terbukti, selama ini PMII masih mengalami kesulitan merebut kompetisi di kampus umum. Karena itu, PMII harus ikut terlibat aktif membantu NU dalam pembentukan ‘anak baru’ yakni Banom untuk Mahasiswa NU, baik IMANU, KMNU, Permanu, maupun pilihan nama lainnya.

“PMII harus turut andil dalam perumusan itu, karena itu adalah panggilan sejarah,” tandasnya.

Kedua, PMII back to Khittah. Sesuai konteks saat ini serta atas dasar tuntutan dan tuntunan zaman PMII memilih kembali ke pangkuan NU. Tentu dengan berbagai catatan, PMII tetap diberi kewenangan strategis terkait sikap serta pola kaderisasi, dan lain-lain.

Dua opsi tersebut harus diurai kembali secara jernih dan utuh, sehingga melalui forum tertinggi ini lahir sebuah manifesto yang cukup bersejarah soal hubungan PMII-NU.

“Ini momentum yang tepat untuk melahirkan sebuah manifesto. Tinta sejarah hari ini ada di tangan kader PMII soal posisi PMII yang tepat,” pungkasnya. (Abdul Hady JM/Anam)
NU Online

Kerajaan